Langsung ke konten utama

Perihal Amanah



"tidak semua hal harus kamu lakukan sekarang"

Ucapku pada diri sendiri untuk membesarkan hati. Entah mungkin karena terlalu banyak hal yang sengaja kuambil atau sebab kurangku dalam meminta keberkahan waktu. Jalan dua bulan belakangan, 24 jam dalam sehari rasanya tidak cukup, waktu berjalan dan berlalu begitu cepatnya. 

Alhasil karena satu dan lain pertimbangan, dengan berat hati kuputuskan untuk melepas tiga tanggung jawab yang sedari lama telah kujalani. Perasaanku begitu campur aduk, pasalnya dua di antaranya merupakan bidang yang sangat kusukai, berkaitan dengan pendidikan dan anak-anak. Di sisi lain, pamitku menyisakan banyak pelajaran. Bahwa pada kenyataannya, tidak semua niat dan keinginan baik kita dapat berjalan semulus seperti yang kita bayangkan. Betul memang baik jika sepanjang hari digunakan untuk aktivitas yang bermanfaat, tapi mungkin aku lupa bahwa yang namanya manusia itu juga butuh waktu untuk istirahat -meskipun definisi istirahat yang sebenarnya tidaklah ada di dunia. Mungkin aku juga lupa bahwa aku ini perempuan, yang seharusnya lebih dominan melakukan aktivitas dari dalam rumah. Terlepas dari segala perbedaan pandangan terkait hal ini, tapi aturan mana lagi yang lebih memuliakan perempuan selain aturan Allah dan rasul-Nya? 

Untuk sementara aku mencukupkan diri dulu dengan apa yang sedang dijalani sekarang, nampaknya memang sudah memasuki fase untuk memperjuangkan hal baru dan sepaket dengan implikasinya, ada yang dikorbankan. Selalu ingat akan nasehat salah satu guru kami, bahwa seorang muslim itu idealnya (minimalnya) memiliki satu aktivitas bekerja, satu aktivitas belajar, dan satu aktivitas untuk menyebarkan apa yang telah ia pelajari alias mengajar. Nasehat inilah yang kujadikan pegangan saat dilanda kebingungan dalam menghadapi dunia pasca kampus, hiks. 

Ingin rasanya untuk tetap meneruskan semua yang telah kujalani sembari menjalankan peran-peran baru yang ada. Tetapi atas izin Allah, dalil yang terlampir di poster sudah cukup menambah kelapangan hati untuk mengambil keputusan. Alih-alih ingin dijalankan semua, namun justru semuanya menjadi tidak maksimal. Aku hanya takut termasuk ke dalam salah satu orang yang menyia-nyiakan amanah, a'udzubillah min dzalik><

Pekan lalu Allah jadikan hatiku semakin ridho akan pilihan ini. Saat pembinaan rutin kami, ada nasehat berharga dari Ustadz Abu Umair hafizhahullah. Kurang lebih beliau menyampaikan bahwa apapun peran yang kita emban saat ini, pasti ada saja permasalahan. Sebagai pentuntut ilmu, maka bagaimana caranya agar semua permasalahan dapat diselesaikan dengan berlandaskan takwa, dan takwa tidak bisa diraih kecuali hanya dengan ilmu. Masyaallah, kalimat beliau sungguh menenangkan dan sekaligus menjadi pengingat agar apa yang telah kita dapatkan hendaknya kita upayakan praktikkan terlebih dahulu sebelum kita menyebarkannya kembali. 

So, ambil bagianmu semampunya, lakukan apa-apa yang memang dapat menjadikanmu senantiasa berada di dalam kebaikan dan kebermanfaatan. Jangan lupakan aturan utamanya, mintalah pertolongan hanya kepada Allah <3 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Mudah Membuat Kompos

Waaah,  it's been a while! Oke baik, aku kembali dengan tulisanku yang ala-ala ini.  Sekarang aku akan membagikan pengalamanku mengompos yang Allah mudahkan, berhasil dan cukup memuaskan walhamdulillah.  Sebelumnya mau disclaimer dulu, yaa.  Perlu diketahui bahwa kompos itu sendiri banyak macamnya, belum lagi teknik-tekniknya, butuh bantuan zat lain atau tidak, dan sebagainya. Nah, yang insyaallah akan kubagikan ini adalah model mengompos yang paling general dan tergolong mudah.  Dalam membuat kompos ini teman-teman hanya membutuhkan tiga komponen utama, yaitu wadah, limbah organik (komposter), dan tanah. Wadahnya bebas bisa apapun selama itu bisa menahan air dan bisa buka-tutup. Limbah organik di sini semuanya yang alamiahnya dari 'sana' belum diproses sama sekali seperti; daun-daun kering; kulit buah; sisa sayur; dan yang sejenis dengan ketiga kategori ini.  Setelah kompos jadi, dikemanakan? Pertanyaan ini harus punya jawaban terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membu

Mungkin Sulit Untukmu Ikhlas, Tapi Ridho Tetap Harus Dicapai (Bag 1)

Di hari terakhir tahun ini, mungkin tak sedikit dari kita yang mencoba mengingat kembali apa-apa saja yang telah kita lalui kemudian darinya lahir beragam rupa emosi.  Keadaan senang, bahagia, lapang, mudah, enak, sudah biasa. Semua orang menginginkannya, hanya sayang tak setiap insan dari yang merasakan nikmat ini lantas mengucap syukur. Beda halnya dengan sedih, tak terima, amarah, dendam, tak ikhlas. Ini kebalikan. Sudah dapat dipastikan yang mendapat ujian ini alih-alih mengucap syukur, justru keluh kesah yang ia ekspresikan.  Terkadang rasa ketidaknyamanan yang hadir menyapa hidup ini menyisakan sesak di dada. Entah itu disebabkan gangguan orang atau yang selainnya. Sibuk kesana kemari obat luka dicari, padahal kuncilah adalah menata hati dan iman terhadap semua ketetapan Allah diperbaiki. "Loh kok ujung-ujungnya lari ke iman lagi, sih?!". Iya benar, coba direnungkan sejenak yuk. Bukankah semua yang terjadi di alam semesta ini tak pernah lepas dari apa-apa yang sudah All

Ternyata, Begini Rasanya.......

Bismillah Untuk semua saudari seimanku, izinkanku untuk berbagi pikiran ini, hanya sedikit.  Perihal menampakkan diri yang tanpa disadari. Jujur saja, tak jarang diri ini sedih dan justru malah ikut malu jika menemukan akun akhwat yang katanya sudah ngaji namun tanpa ada keperluan, komentarnya masih bertebaran di banyak akun dakwah dengan pengikut yang cukup tinggi. "Tapi kan komentarnya baik, salahnya dimana?". Betul komentarnya baik, namun bukankah lebih baik jika kau tidak menampakkan dirimu di sana, apa yang kau dapatkan dari komentarmu itu? Tidakkah kau ingat bahwa di media sosial semua orang bisa melihatmu? Meskipun hanya nama, sungguh rasa malu kita merupakan hal yang sangat tinggi kedudukannya akhawat. Baiknya jika ingin memuji, mendo'akan, rasanya cukup dari lirihnya lisan kita saja, tak perlu semua orang jadi tau apa nama akun medsosmu.  Memang medsos kita tidak dapat dijadikan patokan untuk menilai orang, namun sedikit banyak dapat menjadi bagaimana cerminan i