Langsung ke konten utama

Mungkin Sulit Untukmu Ikhlas, Tapi Ridho Tetap Harus Dicapai (Bag 1)

Di hari terakhir tahun ini, mungkin tak sedikit dari kita yang mencoba mengingat kembali apa-apa saja yang telah kita lalui kemudian darinya lahir beragam rupa emosi. 

Keadaan senang, bahagia, lapang, mudah, enak, sudah biasa. Semua orang menginginkannya, hanya sayang tak setiap insan dari yang merasakan nikmat ini lantas mengucap syukur. Beda halnya dengan sedih, tak terima, amarah, dendam, tak ikhlas. Ini kebalikan. Sudah dapat dipastikan yang mendapat ujian ini alih-alih mengucap syukur, justru keluh kesah yang ia ekspresikan. 

Terkadang rasa ketidaknyamanan yang hadir menyapa hidup ini menyisakan sesak di dada. Entah itu disebabkan gangguan orang atau yang selainnya. Sibuk kesana kemari obat luka dicari, padahal kuncilah adalah menata hati dan iman terhadap semua ketetapan Allah diperbaiki.
"Loh kok ujung-ujungnya lari ke iman lagi, sih?!".
Iya benar, coba direnungkan sejenak yuk. Bukankah semua yang terjadi di alam semesta ini tak pernah lepas dari apa-apa yang sudah Allah takdirkan, kita sejak awal sudah sepakat atas hal ini, kan?
Nah, maka sebetulnya saat kita memaki orang atau keadaan yang tidak mengenakkan tersebut, tanpa disadari kita melupakan bahwa Allah mengizinkan kejadian itu menimpa kita. 

Coba mindsetnya dirubah jadi begini, supaya hidup lebih legowo. Karena rasa-rasanya, dalam kehidupan ini kita tak akan pernah lepas dari ujian berupa keadaan yang tidak mengenakkan. Ia akan terus menjadi sebuah keniscayaan. 

Pada intinya, ujian itu ga lepas dari hikmah yang ada di baliknya ges. Pun sebetulnya, ketika kita disakiti dan merasa terluka karena orang lain bisa jadi itu adalah balasan atas perbuatan kita. 
"Loh, kok malah kita lagi sih yang salah?!"
Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Iya kan, tanpa perlu bawa-bawa agama sebetulnnya juga semua sepakat dengan pepatah di atas. 
Maka yang utama, tak langsung mendoakan keburukan untuk pelaku yang medzolimi kita. Sebaiknya kita berusaha mengingat bahwa ini juga bisa jadi 'hasil panen' atas amal kita, baik amal yang hanya menyangkut hak Allah, atau bahkan yang juga menyangkut hak makhluk Allah. 

Begitu ya, udah paling make sense emang kalau semua kita kembalikan ke Allah. 

Berkaitan dengan judul tulisan kali ini. 
Ada faidah lain dari catatan kajian pribadiku, yang saat aku itu aku bisa sampai nangis terisak-isak mendengarnya. Kajiannya disampaikan oleh guru kita Ustadz Firanda hafidzhahullah di YouTube, nanti kalau sudah nemu linknya aku cantumkan sekalian ya. 

Ringkasnya, Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab beliau Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid pernah memberikan penjelasan terkait empat tingkatan orang saat terkena musibah -sekali lagi, musibah juga termasuk bagian dari takdir Allah yang harus kita imani. 

Tingkatan yang pertama adalah marah, yang kedua sabar, yang ketiga ridho, dan yang keempat adalah syukur. Nah, kira-kira kita termasuk yang mana nih? 
Penjelasan terkait empat tingkatan insyaallah kubahas di tulisan berikutnya ya, see you!
Barakallahu fiikum^^


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Mudah Membuat Kompos

Waaah,  it's been a while! Oke baik, aku kembali dengan tulisanku yang ala-ala ini.  Sekarang aku akan membagikan pengalamanku mengompos yang Allah mudahkan, berhasil dan cukup memuaskan walhamdulillah.  Sebelumnya mau disclaimer dulu, yaa.  Perlu diketahui bahwa kompos itu sendiri banyak macamnya, belum lagi teknik-tekniknya, butuh bantuan zat lain atau tidak, dan sebagainya. Nah, yang insyaallah akan kubagikan ini adalah model mengompos yang paling general dan tergolong mudah.  Dalam membuat kompos ini teman-teman hanya membutuhkan tiga komponen utama, yaitu wadah, limbah organik (komposter), dan tanah. Wadahnya bebas bisa apapun selama itu bisa menahan air dan bisa buka-tutup. Limbah organik di sini semuanya yang alamiahnya dari 'sana' belum diproses sama sekali seperti; daun-daun kering; kulit buah; sisa sayur; dan yang sejenis dengan ketiga kategori ini.  Setelah kompos jadi, dikemanakan? Pertanyaan ini harus punya jawaban terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membu

Ternyata, Begini Rasanya.......

Bismillah Untuk semua saudari seimanku, izinkanku untuk berbagi pikiran ini, hanya sedikit.  Perihal menampakkan diri yang tanpa disadari. Jujur saja, tak jarang diri ini sedih dan justru malah ikut malu jika menemukan akun akhwat yang katanya sudah ngaji namun tanpa ada keperluan, komentarnya masih bertebaran di banyak akun dakwah dengan pengikut yang cukup tinggi. "Tapi kan komentarnya baik, salahnya dimana?". Betul komentarnya baik, namun bukankah lebih baik jika kau tidak menampakkan dirimu di sana, apa yang kau dapatkan dari komentarmu itu? Tidakkah kau ingat bahwa di media sosial semua orang bisa melihatmu? Meskipun hanya nama, sungguh rasa malu kita merupakan hal yang sangat tinggi kedudukannya akhawat. Baiknya jika ingin memuji, mendo'akan, rasanya cukup dari lirihnya lisan kita saja, tak perlu semua orang jadi tau apa nama akun medsosmu.  Memang medsos kita tidak dapat dijadikan patokan untuk menilai orang, namun sedikit banyak dapat menjadi bagaimana cerminan i